Selamat datang di Catatan Sarah!
Bagaimana kabar kalian? Aku harap kalian tetap sehat selama pandemi COVID-19 yang sedang terjadi ini dan semoga kita diberi keselamatan. Hari ini, aku akan membahas novel The Chronicles of Narnia. Ya, siapa yang tidak kenal dengan judul yang satu ini. Jika kalian adalah pecinta film fantasi, kalian pasti sudah tidak asing dengan Narnia. Film pertama (The Lion, The Witch, and The Wardrobe) dan film kedua (Prince Caspian) diproduksi oleh studio Walt Disney dan Walden Media, dibawah sutradara Andrew Adamson. Untuk film ketiga (The Voyage of the Dawn Treader) diproduksi oleh 20th Century Fox, dibawah sutradara Michael Apted.
The Chronicles of Narnia ditulis oleh C.S. Lewis pada tahun 1950-1956. The Chronicles of Narnia ditulis dalam 7 buku, dengan urutan: The Magician’s Nephew, The Lion, The Witch, and The Wardrobe, The Horse and His Boy, Prince Caspian, The Voyage of the Dawn Treader, The Silver Chair, dan The Last Battle. Untuk penjelasan lebih lanjut, klik di sini.
Aku sudah membaca semua novelnya. Beruntungnya, aku dapat membeli 1 set lengkap di Big Bad Wolf 2020 di Jakarta. Dari kecil, aku sudah menonton filmnya dan berharap bisa membaca novelnya. Begitu aku membeli dan menyelesaikannya semua, serial ini menjadi favoritku. Sekarang, aku akan membahas novel yang pertama.
Judul: The Magician’s Nephew
Penulis: C.S. Lewis
Genre: Fantasi, keluarga, petualangan
Penerbit: HarperCollins
Tebal halaman: 171
Tahun terbit: 1955
Bahasa: Inggris
Sinopsis: The Magician’s Nephew adalah novel pertama yang menjelaskan asal-usul terbentuknya negeri Narnia. Novel ini berfokus pada dua orang anak (Digory dan Polly) yang memasuki dunia lain dan tidak sengaja membangunkan sosok penyihir jahat. Tetapi, datanglah si Singa, Aslan, yang menciptakan negeri Narnia dengan sebuah nyanyian. Dengan keajaiban, semua adalah kemungkinan di Narnia.
“This is a very important story,” explain Lewis right at the beginning, “because it shows how all the comings and goings between our world and the land of Narnia first began.”
Aku sangat menyukai para tokohnya. Lewis menggambarkan para tokohnya dengan baik, terutama Digory dan Polly, yang menjadi tokoh utama. Walaupun mereka masih anak-anak, tetapi mereka memiliki tekad kuat dan keberanian. Selama perjalanan, mereka belajar banyak hal, contohnya adalah pentingnya tolong-menolong dan saling memaafkan. Digory dan Polly menjadi tokoh yang patut dicontoh anak-anak. Tokoh Aslan juga menyita perhatianku karena sifatnya yang gagah dan tegas. Aslan sering memberi nasihat atau bahkan teguran. Aku merasa senang ketika Aslan muncul dalam cerita. Sebagai Penguasa Narnia, Aslan menjadi figur panutan yang disegani oleh rakyatnya. Menurutku, Aslan adalah sosok pemimpin idaman.
Lihat umur tokoh-tokoh di The Magician's Nephew, di sini.
Sebelum aku membaca The Magician’s Nephew, aku benar-benar tidak berpikir bahwa ada dunia lain selain dunia kita sekarang. Lewis benar-benar menciptakan dunia imajinasi yang sangat indah dan menakjubkan. Walau aku akui, aku memang sedikit kesusahan mencerna kosakata bahasa Inggris lampau. The Magician’s Nephew menggunakan beberapa kata-kata yang berbeda dari novel-novel berbahasa Inggris yang sudah aku baca. Tetapi aku tetap menikmati jalan ceritanya yang menyenangkan.
Serial The Chronicles of Narnia yang ditulis Lewis memang ditujukan untuk anak-anak. The Magician's Nephew tidak memiliki konflik yang berat dan mengalir maju. Jadi, aku sangat memaklumi jika alurnya benar-benar bisa ditebak dan tidak membutuhkan halaman yang tebal. Lewis menulis cerita dengan singkat dan jelas agar anak-anak yang membaca dapat mengerti apa amanat yang ada di dalam cerita. Namun, Lewis selalu memberi sentuhan unik pada akhir cerita. Membuat pembacanya selalu penasaran dengan cerita selanjutnya.
Menurutku, novel karya Lewis ini bagus. Walaupun ditujukan untuk anak-anak, tetapi The Magician's Nephew bisa dinikmati semua kalangan. Dunia nyata dan dunia fantasi tergambar dengan nyata. Lewis telah berhasil membuat karya yang dicintai anak-anak, di masa lampau maupun di masa kini.
Nah, sekian penjelasan The Magician’s Nephew dariku. Aku akan menulis pembahasanku tentang The Lion, The Witch, and The Wardrobe di kemudian hari. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kalian yang sudah membaca. Sampai jumpa di Catatan Sarah berikutnya!
Sayonara.
Keren bgt wui. Produktif bgt saat sedang dilanda pandemi
BalasHapusTerima kasih^^
HapusKalo njelasin judul novel di isi, kasih tanda petik. Kalo nulisnya The Magician's Nephew, The Lion, The Witch and The Wardrobe akan beda arti kalo jadi "The Magician's Nephew", "The Lion, The Witch, and The Wardrobe."
BalasHapusHai kak, begini, tanda petik digunakan untuk menjelaskan suatu bab dari sebuah buku. Sedangkan huruf miring digunakan untuk penulisan judul buku.
HapusDi sini aku menjelaskan satu buku, bukan hanya bagian2nya saja. Silahkan dicek yha kak https://ivanlanin.github.io/puebi/tanda-baca/tanda-petik/
Waah~ reviewnya bagus. Aku jadi bisa membayangkan sedikit dari cerita karya CS Lewis ini. Lanjutkan terus bikin reviewnya yah ^^
BalasHapusWah, terima kasih kak^^
Hapus