Langsung ke konten utama

Review Novel The Chronicles of Narnia: The Lion, The Witch, and The Wardrobe

Selamat datang di Catatan Sarah!

Bagaimana kabar kalian? Aku harap kalian sehat dan diberi keselamatan selama pandemi ini. Hari ini, aku akan kembali membahas novel The Chronicles of Narnia. Novel seri kedua: The Lion, The Witch, and The Wardrobe adalah salah satu serial The Chronicles of Narnia yang sudah difilmkan oleh Walt Disney dan Walden Media, dibawah sutradara Andrew Adamson. 

Film yang dibuat tahun 2005 ini bisa dibilang sangat menarik. Bukan hanya karena aktor dan aktrisnya yang bermain dengan sangat baik, mahluk-mahluk Narnia yang ditampilkan pun terlihat sangat nyata. Terlebih dengan adanya latar tempat yang menambah nilai rating untuk film ini.

Oke, aku lanjutkan ke pembahasan novelnya.

Judul: The Lion, The Witch, and The Wardrobe
Penulis: C.S. Lewis
Genre: Fantasi, keluarga, petualangan
Penerbit: HarperCollins
Tebal halaman: 171
Tahun terbit: 1950
Bahasa: Inggris
Sinopsis: Empat petualang (Peter, Susan, Edmund, Lucy Pevensie) masuk ke dalam lemari dan tiba di negeri Narnia. Sebuah negeri yang dikuasai oleh kekuatan Penyihir Putih. Ketika semua harapan nyaris menghilang, datanglah sang Singa Agung, Aslan. Yang memberi pertanda akan adanya perubahan dan pengorbanan yang besar.

“Some journeys take us far from home. Some adventures lead us to our destiny.”
-C.S. Lewis. 

Lewis membawa imajinasi anak-anak melalui tahap yang berbeda. Apakah kalian pernah berpikir adanya dunia di balik lemari kalian? Sebuah hal tak terduga yang disuguhkan oleh Lewis. Seperti novel sebelumnya, Lewis membuat suasana tempat yang berbeda dari dunia kita. Lewis menjelaskan dua fase/musim, yang menjadi latar utama di dalam novel, dengan sangat baik.

Di LWW, para pembaca disuguhkan dengan petualangan yang berbeda dari The Magician’s Nephew. Di sinopsis sudah dijelaskan bahwa ada empat tokoh yang akan muncul di novel ini. Menurutku, kemunculan empat tokog ini sangatlah unik karena sangat berbeda dari novel lainnya. The Lion, The Witch, and The Wardrobe adalah salah satu novel, yang sudah aku baca, yang menampilkan lebih dari tiga karakter utama. Selain LWW, aku juga membaca duologi Six of Crows karya Leigh Bardugo yang menampilkan 6 karakter dengan sudut pandang masing-masing karakter.

Kembali ke LWW, Lewis berhasil membuatku jatuh cinta pada setiap tokohnya. Lewis juga menggambarkan bagaimana Edmund menebus kesalahannya dan menjadi pribadi yang lebih baik (dilihat dari kesalahan yang sudah Edmund lakukan). Lewis membuat anak-anak berpikir bahwa tidak apa jika melakukan kesalahan, asal mau mengakuinya dan tidak melakukannya lagi. 

Pevensie bersaudara memiliki keberanian yang besar untuk melindungi Narnia. Seperti novel Lewis sebelumnya, keempat karakter merupakan anak-anak. 
Kalian bisa melihat umur karakter di Narniadi sini.
Walau begitu, itu bukan menjadi masalah buatku. Di novel ini, aku sangat merasakan suasana kekeluargaan yang menyenangkan. Itulah yang membuatku senang ketika membaca novel ini. Saling menolong, berusaha mengerti satu sama lain, saling memaafkan, dan selalu percaya pada harapan adalah nilai-nilai yang dapat aku ambil dari novel ini. 

Serial The Chronicles of Narnia memang ditujukan untuk anak-anak. Itu terlihat jelas dari segi penyampaian cerita. Alurnya maju membuat anak-anak mudah memahami apa yang selanjutnya terjadi. Tapi jujur saja, aku sebenarnya agak ganjal ketika membaca konflik di LWW. Kenapa? Karena di sini Lewis menceritakan sebuah konflik yang sedikit berbeda. Sebuah konflik yang lebih menegangkan. Jika kalian sudah melihat filmnya, kalian tahu bagaimana konflik yang tergambar. Menurutku, konflik itu sedikit ganjal karena melibatkan anak-anak (menurut novelnya). Tetapi Lewis menulis akhir ceritanya dengan baik, membuat suasana cerita kembali dalam suasana menyenangkan. 

Saat kecil, aku lebih dulu menonton filmnya. Pada saat aku membaca novelnya, aku berharap kejadian di film tertulis di novel. Tetapi aku meleset sangat jauh. Justru filmnya yang dibuat berbeda dari novelnya. Walau dibuat berbeda, keduanya tetap menarik. Namun, sebagai seorang pembaca akut, aku lebih senang membaca novelnya karena Lewis menjelaskan kejadian demi kejadian dengan runtut dan jelas. Dengan sedikit perubahan, aku tetap mengapresiasi film karya Andrew Adamson ini.

LWW termasuk salah satu novel paling laris di dunia. Bahkan pembaca di dunia pun menganggap serial The Chronicles of Narnia adalah serial legendaris. Menambah keyakinanku bahwa serial ini dicintai para pembaca buku. Aku sempat membaca beberapa artikel tentang inspirasi pembuatan serial Harry Potter oleh J.K. Rowling. Rowling mengakui bahwa dia terinspirasi dari serial karya Lewis ini, jadi tidak heran jika kita melihat beberapa kesamaan yang hadir di kedua serial ini. Kesamaan yang paling terlihat adalah persamaan para pendiri Hogwarts dengan Pevensie bersaudara.  


Nah sekarang, aku akan memberi sedikit bocoran perbedaan di novel dan filmnya. Jika kalian tidak ingin spoiler, kalian bisa menyekip bagian ini, ya. Hehe.


Di novel, Mr. Tumnus bercerita tentang kehidupan di Narnia yang menyenangkan. Saat Mr. Tumnus memainkan Narnian Lullaby, Lucy hampir tertidur. Berbeda dengan adegan di film, Lucy sempat tertidur.


Menurutku, tokoh Penyihir Putih di film lebih lembut dari pada versi novel.


Di novel, Pevensie bersaudara tidak bertemu pasukan serigala dan kejadian di sungai beku tidak ada.


Di film, tidak diperlihatkan apakah Penyihir Putih mati atau tidak. Tetapi di novel Penyihir Putih sudah mati.


Gelar yang diterima Pevensie bersaudara berasal dari bagaimana sikap mereka ketika menjadi Raja dan Ratu di Narnia.


Kalian tentu mengingat kalimat terakhir yang diucapkan oleh salah satu Pevensie bersaudara sebelum kembali ke dunia kita. Di film, kalimat itu diucapkan oleh Ratu Lucy, tetapi di novel kalimat itu diucapkan oleh Raja Edmund.

Dari contoh di atas, aku tidak bermaksud memanding-bandingkan karena tim produksi memproduksi film bukan buku. Jika kalian bertanya mengapa aku membagikan spoiler, karena aku ingin membagi apa yang aku baca kepada kalian. Aku ingin memberi jawaban kepada kalian yang barangkali ingin mengetahui tentang kejadian sebenarnya yang tertulis di novel. Lagipula, aku hanya memberi contoh, tidak memberitahu semua perbedaan.

Sekian dulu penjelasanku tentang The Lion, The Witch, and The Wardrobe. Aku akan menulis penjelasan The Horse and His Boy, yang merupakan seri favoritku, di kesempatan berikutnya. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kalian. Sampai jumpai di Catatan Sarah berikutnya! 

Good bye.

Komentar